
Padukahan Kalisoka berdiri pada masa perjuangan Pangeran Diponegoro sekitar tahun 1800. Nama “Kalisoka” berasal dari kata Kali (sendang/mata air) dan Soka (pohon soka). Jadi, Kalisoka berarti kali (mata air) yang berada di bawah pohon soka. Raden Mas Ngabei Narang Prawiro Nenggolo adalah leluhur Padukuhan Kalisoka bersama abdinya yang bernama Ki Ciblek dan Nyi Ciblek. Pada masa itu, Ki Prawiro Narang Nenggolo adalah salah satu prajurit Pangeran Diponegoro. Beliau menetap di wilayah ini untuk bersembunyi dari tentara Belanda sekaligus mengumpulkan para pemuda yang dilatih agar bisa ikut berperang melawan Belanda.
Wilayah Kalisoka saat itu masih berupa hutan dengan banyak tanaman kopi dan juga ubi jalar (polo kependem). Namun, wilayah ini tidak memiliki sumber air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan warga. Karena prihatin dengan hal itu, Ki Prawiro Narang Nenggolo memohon kepada Tuhan Yang Maha Pencipta melalui semedi di pojok wilayah ini. Doanya dikabulkan, dan Tuhan memberikan bukan hanya satu, tetapi dua sumber air.
Saat itu, ada seorang warga yang pertama kali menemukan sumber air tersebut. Mata air yang berada di bawah pohon soka dinamakan “Kali Wedok” (mata air perempuan), dan yang satunya lagi dinamakan “Kali Lanang” (mata air laki-laki). Selanjutnya, Ki Prawiro Narang Nenggolo memerintahkan warga yang pertama kali menemukan sumber air itu untuk menetap di lokasi tersebut. Beliau memberikan nama baru kepada orang itu, yaitu Ki Soka dan Nyi Soka, yang kemudian menjadi leluhur Kalisoka.
Hingga wafatnya Ki dan Nyi Prawiro Narang Nenggolo, Ki dan Nyi Ciblek, serta Ki dan Nyi Soka, mereka dimakamkan di wilayah ini. Namun, tidak diceritakan secara jelas silsilah keturunan para leluhur tersebut. Terlebih lagi, Ki dan Nyi Soka diketahui tidak memiliki anak.
Sebelum adanya Kalurahan Banjarasri, Kalisoka sudah menjadi salah satu dusun di Kalurahan Banjarasri. Adapun para kepala dukuh Kalisoka adalah:
1. Alm. Simbah Joyo Pawiro (menjabat sampai tahun 1948)
2. Alm. Simbah Alfonsus Karta Wiharjo (dukuh 1948–1989)
3. Bapak Yosep Suhartoyo (dukuh 1989–2014)
4. Bapak Petrus Budi Utomo (PJ dukuh 2015)
5. Wahyu Adi Pradana (dukuh 2015–2049)