
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, kebudayaan tradisional seperti Jathilan masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat. Salah satu contohnya adalah Jathilan Soka Turonggo Asri, kelompok kesenian tradisional dari Pedukuhan Kalisoka, Kelurahan Banjarasri, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Berdiri sejak tahun 2009 atau 2010, kelompok ini telah menjadi kebanggaan masyarakat setempat.
Kelahiran Jathilan Soka Turonggo Asri berawal dari keinginan warga untuk melestarikan budaya tradisional sekaligus memberikan hiburan bagi masyarakat. Banyak pemuda Kalisoka yang awalnya hanya menonton pertunjukan Jathilan, kemudian tertarik untuk ikut menari. Melihat antusiasme ini, tokoh masyarakat bersama pemerintah desa dengan dukungan dana bantuan dari lurah dan partisipasi warga mendirikan paguyuban Jathilan yang akhirnya diberi nama Jathilan Soka Turonggo Asri.
Anggota kelompok ini tidak hanya berasal dari Kalisoka, tetapi juga dari pedukuhan tetangga seperti Semak, Tosari, dan Tirip. Paguyuban ini terbuka untuk umum tanpa syarat khusus. Siapa pun yang berminat menari dipersilakan bergabung, tanpa memikirkan biaya. Mayoritas penarinya adalah pemuda, karena sebagian besar warga dewasa merantau.
Tradisional vs Modern
Jathilan tradisional menggunakan alat musik asli seperti angklung, sedangkan versi modern memadukan instrumen tambahan seperti drum. Meski demikian, masyarakat Kalisoka lebih menyukai bentuk tradisional sehingga unsur modern jarang digunakan. Pertunjukan Jathilan Soka Turonggo Asri memadukan musik, tarian, dan simbol-simbol budaya yang sarat makna, sehingga menjadi hiburan sekaligus cerminan kearifan lokal.
Roh Halus dan Fenomena Kesurupan
Dalam tradisi Jathilan, sering terjadi fenomena kesurupan. Sebelum pentas, sesepuh atau pawang memanggil roh halus untuk “mengisi” pertunjukan. Meski demikian, warga menegaskan bahwa praktik ini tidak dimaksudkan untuk tujuan agama atau syirik, melainkan murni bagian dari kebudayaan.
Kehidupan beragama di Kalisoka sangat harmonis, baik antara pemeluk Islam maupun Kristen. Jika ada pemain atau penonton yang kesurupan, pawang akan membantu memulihkannya tanpa memandang agama. Beberapa penonton dari luar daerah, bahkan guru pendamping sekolah yang berkunjung, pernah mengalami kesurupan saat menonton atau ikut menari.
Kuda kepang yang digunakan dalam pertunjukan memiliki keunikan tersendiri: bambu jaranan berisi serbuk tanaman yang diambil dari tanah pemakaman (di Kalisoka biasanya dari Boro Suci). Unsur ini diyakini berperan dalam terjadinya kesurupan.
Etika dan Aturan
Paguyuban memiliki aturan tegas, seperti larangan minum minuman keras. Diceritakan bahwa pemain yang melanggar larangan ini akan membuat penari yang sedang kesurupan marah. Dalam satu tim biasanya terdapat lebih dari satu pawang, yang justru kerap lebih lelah daripada para penari karena harus mengobati mereka yang kesurupan.
Sesepuh yang paling dihormati adalah Pak Prio, namun karena kondisi fisiknya yang sudah lemah, beliau tidak lagi aktif menjadi pawang. Paguyuban pun terus mencari generasi penerus untuk menjaga keberlangsungan tradisi ini.
Dukungan dan Harapan
Jathilan Soka Turonggo Asri terdaftar di Dinas Kebudayaan bersama sekitar 12 kelompok seni lain di Banjarasri. Mereka kerap diundang untuk tampil di berbagai acara kebudayaan. Latihan rutin dilakukan di halaman rumah Pak Basri yang cukup luas.
Dalam setiap kegiatan, kemenyan dan dupa tetap digunakan sebagai bagian dari prosesi untuk memanggil roh halus. Namun, sekali lagi, hal ini tidak dimaksudkan untuk ibadah, melainkan semata-mata sebagai unsur tradisi.
Harapan masyarakat Kalisoka adalah agar kesenian Jathilan tetap diminati lintas generasi dari yang tua yang menikmati sebagai penonton, hingga yang muda yang berperan sebagai penari. Dukungan masyarakat dan pemerintah menjadi kunci agar Jathilan Soka Turonggo Asri terus hidup sebagai warisan budaya yang membanggakan.