
Refleksi atas Upaya Pencegahan Stunting di Tingkat Desa
Stunting, Masalah Serius yang Harus Ditangani Bersama
Stunting masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menantang di Indonesia. Anak yang mengalami stunting tidak hanya tumbuh dengan tinggi badan di bawah rata- rata, tetapi juga menghadapi risiko jangka panjang, seperti keterlambatan perkembangan kognitif, rendahnya prestasi belajar, hingga menurunnya produktivitas di masa dewasa.
Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2022 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia masih berada di angka 21,6%. Padahal, target nasional pada tahun 2024 adalah menurunkan angka tersebut hingga 14%. Hal ini menunjukkan betapa besar tantangan yang dihadapi, khususnya di wilayah pedesaan. Salah satunya adalah Kalurahan Banjarasri, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, yang masih berjuang mengatasi masalah ini.
Upaya Konkret Melalui Pengabdian Masyarakat
Untuk menjawab tantangan tersebut, tim dosen kebidanan melakukan kegiatan pengabdian masyarakat yang berfokus pada pembentukan dan pelatihan kader pendamping keluarga serta remaja. Kegiatan ini dilakukan melalui kerja sama dengan perangkat desa, puskesmas, dan organisasi masyarakat.
Materi pelatihan yang diberikan meliputi:
- Kesehatan keluarga: bagaimana menjaga pola hidup sehat sejak
- Kesehatan reproduksi remaja: agar generasi muda paham risiko dan cara menjaga
- Pencegahan stunting: pentingnya gizi seimbang, imunisasi, dan pola asuh
- Teknik pendampingan keluarga: agar kader mampu mendampingi masyarakat dengan lebih efektif.
Kegiatan dilakukan dengan metode ceramah, diskusi interaktif, hingga simulasi. Cara ini membuat peserta lebih mudah memahami materi dan sekaligus bisa langsung mempraktikkan keterampilan baru.
Dampak Positif yang Terlihat
Pelatihan yang dilakukan membuahkan hasil positif. Berdasarkan evaluasi, pemahaman kader tentang faktor risiko stunting, tanda- tanda, serta cara pencegahannya meningkat secara signifikan. Para kader kini lebih percaya diri dalam memberikan edukasi tentang pentingnya gizi, imunisasi, dan pola asuh kepada orang tua balita.
Sementara itu, remaja yang dilibatkan juga menunjukkan perubahan besar. Mereka mulai aktif di posyandu remaja dan karang taruna, menyebarkan informasi seputar kesehatan reproduksi dan pentingnya gizi seimbang kepada teman sebaya. Dengan keterlibatan remaja, pesan kesehatan tidak hanya datang dari tenaga kesehatan atau kader, tetapi juga dari tokoh sebaya yang lebih mudah diterima oleh generasi muda.
“Remaja dapat menjadi agen perubahan dalam mencegah stunting melalui edukasi gizi dan kesehatan reproduksi.”
Sinergi yang Menguatkan Masyarakat
Kegiatan ini berhasil memperkuat sinergi antara kader kesehatan, pemerintah desa, puskesmas, dan masyarakat. Semua pihak terlibat dalam satu tujuan bersama: mencegah stunting sejak dini. Keberhasilan ini sejalan dengan strategi nasional percepatan pencegahan stunting yang menekankan pentingnya keterlibatan lintas sektor. Dengan adanya kader pendamping keluarga dan remaja yang terlatih, masyarakat Banjarasri kini memiliki sumber daya lokal yang bisa terus menggerakkan edukasi kesehatan secara berkelanjutan.
Menuju Generasi Emas Indonesia
Harapannya, kegiatan pengabdian masyarakat ini tidak berhenti sebagai program sesaat. Dukungan dari pemerintah desa, puskesmas, serta partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci agar program terus berlanjut. Jika dilakukan secara konsisten, bukan tidak mungkin angka stunting di Kulon Progo dapat terus ditekan, bahkan mencapai target nasional.
Anak-anak Banjarasri, dan Indonesia pada umumnya, berhak tumbuh sehat, cerdas, dan produktif. Peran kader dan remaja sangat penting dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Dari desa kecil di Kalibawang, sebuah gerakan nyata telah dimulai sebuah gerakan yang layak menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.
Pencegahan stunting sejatinya adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Anak-anak yang tumbuh sehat, cerdas, dan produktif akan menjadi generasi emas yang mampu membawa Indonesia lebih maju.
Apa yang dilakukan di Banjarasri adalah bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari tingkat desa. Dengan pemberdayaan kader dan remaja, ditambah dukungan pemerintah serta fasilitas kesehatan, Indonesia bisa lebih optimis menyongsong target penurunan stunting tahun mendatang.


